Skip to main content

medium extra

Purwokerto, pk. 17:40 [08/06/02]
..
aku teringat akan kalimat panjang yang tertera di cover buku Pencerahan-Suatu Pencarian Makna Hidup dalam Zen Buddhisme, terbitan Kanisius... " Hidup bukanlah beban yang mematikan ide atau semangat, melainkan suatu tantangan yang merangsang manusia untuk kreatif.. [Mahatma Gandhi]"

seringkali kita justru terjebak dalam haru-biru..romantisme usang dan semacamnya.. belakangan aku banyak belajar dari kawan-kawan ku seperti danto, seto, wahyu, anang, juga boodie... ngga' selamanya realita harus dihadapi vis-a'vis, secara frontal... atau kata jule tertendensasi (maksudnya pasti bertendensi..)

yah, nyatanya tiap orang emang beda cara pandang sih.. untukku lebih enak omong yang nyata..realis ketimbang ide-ide... dan aku emang terbiasa dengan materialisme bukan idealisme... konkrit aja.

waktu aku ketemu danto, ngga' ada ide gila apapun yang kelintas. biasa aja.. kita jalan bareng, gojeg kere.. di sisi lain aku juga punya dunia lain yang emang beda banget.. serius, analitik, "underground"... tapi aku nemuin kepuasan batin yang sama... makanya aku justru heran, kenapa di sini yang katanya heterogen... kok lucu? kau tau lah maksudku...

proses yang terjadi tidak membebaskan... oke lah, dinamikanya gila-gilaan... tapi kok semakin ekslusif...

terus terang aku emang kecewa dengan masih aja ada orang-orang suruhan, ngga' punya sikap sendiri, boneka-boneka... yang manut kalo diomongin ama seniornya... gila aja, ngapain lu hidup kalo cuma jadi banci-banci trendi... ngapain nutup-nutupin kalo ada problem subyektif... kenapa mesti lari atau malah galang massa?

semua butuh proses.. aku paham maksud dari kata-kata itu, apapun kepentingan yang nempel dari ungkapan-ungkapan yang terlontar... ta' pikir semua kembali ke proses.. kembali ke gimana sih konsistensi-nya atas omongan-omongan mulutnya sendiri atau kasarnya jujur atau maling!!!

makanya aku tidak berpretensi apapun.. let's make it.. just do it, and so on.. dan sampai kapan kita seperti ini? walahualam...

mungkin kita bisa bicara + diskusi panjang soal dunia, soal kemiskinan, soal keprihatinan..apalagi soal hati, perasaan, cinta. GOSIP?? oke.. diluar itu kita bisa koleksi, berapa kata yang harus kita ucapkan sebagai tameng dari ketidaktahuan kita tentang dunia.. berapa kalimat yang terlontar untuk menutupi kekurangan yang ada pada diri kita, berapa frase yang harus kita olah agar orang percaya pada diri kita?

beranikah mengakui ke'aku'an kita yang sesungguhnya, bahwa aku orangnya introvert, dingin, dll.. bukan sekedar ngga' pernah mandi, kucel, bladhus, dll-nya...; beranikah mengakui jujur "aku ngga' ngerti apa yang kau bicarakan..." walaupun resikonya kita ditinggalkan dan dipandang bodoh; atau kita justru lebih mapan untuk bertopeng "tahu segalanya" bahkan "mampu diterima dimanapun"...
bagiku dunia tidak sepicik itu... seiring dengan waktu, mungkin saja.

toh.. kita yang bertanggungjawab penuh atas rusaknya dunia... bukan tuhan, agama, menhir, budaya... ya, manusia lah.

let there be life... be smart !!

ta' pikir inilah awal langkah kita buat saling terbuka.. dalam cita, rasa, karya... mari kita jujur bersama bahkan dalam hal yang paling menyakitkan, siapa lagi yang harus memulainya... aku, kamu, kita, mereka? semua...

avant garde


Comments

Popular posts from this blog

[indonesiamembaca] Taman Bacaan Masyarakat

Taman Bacaan Masyarakat Catatan yang tertinggal namun patut untuk disimak. Perjuangan Membangun Budaya Membaca dan Menulis Oleh : Virgina Veryastuti Negeri ini semakin terpuruk setiap harinya, ketika semua yang diinginkan dapat diraih dengan mudah alias serba instant, masyarakat tak lagi menyukai sebuah proses yang membutuhkan waktu lebih lama. Mulai dari pemrosesan makanan hingga budaya belajar dapat dilakukan secara instant. Membuat generasi muda tak lagi mau belajar apalagi membaca, sebuah ancaman serius bagi masa depan sebuah bangsa. Jakarta (21/2) Dalam sebuah acara diskusi pengantar literasi yang bertajuk : Pengalaman Komunitas Basis Membangun Budaya Membaca dan Menulis Berbasis Perpustakaan bertempat di Perpustakaan Diknas, Siti Nuraini ketua harian Family Education Series (FEDus) mengungkapkan bahwa "Wajah anak bangsa saat ini begitu mengkhawatirkan, menurut data diknas tahun 2004-2005, sekitar setengah dari 85 juta jumlah anak Indonesia tidak bersekolah. Dan perin
Bob Marley, Sang Pemantra Rasta Yusuf Arifin Kalau Jah (Tuhan) tidak memberiku lagu untuk aku nyanyikan, maka tak akan ada lagu yang bisa aku nyanyikan. (Bob Marley, mati dari bumi 11 Mei 1981) Gedung London Lyceum malam musim panas tahun 1975. Tanggalnya 18 dan 19 Juli. Konon di dua malam inilah Robert Nesta Marley, atau Bob Marley, tuntas memenuhi suratan nasibnya; menasbihkan dirinya sendiri menjadi pengkhotbah untuk kaumnya, kaum Rastafarian. Benar bahwa sejak sekitar akhir tahun 60an Bob Marley telah menjadi salah satu pengkhotbah paling fanatik kaum Rastafarian. Tetapi dua malam di gedung pertunjukan tua Inggris itu Bob Marley mencapai kesempurnaan yang hanya bisa diimpikan oleh banyak pemusik besar dunia, siapapun ia. Bob Marley mencapai titik ekstase transendental di atas panggung. Panggung, bagi pemusik, adalah altar untuk mencari ekstase transendental yang tak bisa mereka dapatkan di dunia yang materialistik. Pengganti altar gereja, saf-saf masjid, teras-teras candi atau ap

KUCING, SITI, JOKO dan KAMTO

KUCING, SITI, JOKO dan KAMTO (TOTO RAHARJO) Hampir setiap hari, dari pagi sampai sore hujan tak kunjung reda-memang sedang musimnya. Tapi banyak orang mengatakan salah musim (salah mangsa), pertanda bahwa metabolisme kehidupan ini sedang amburadul. Di rumah masing-masing: Siti, Joko dan Kamto masing-masing menemukan seekor kucing yang tengah berteduh di teras rumah dalam keadaan basah kuyup dan kedinginan. Melihat keadaaan kucing yang kelihatan memelas itu – Siti, Joko dan Kamto tergerak hatinya untuk menolong kucing tersebut dengan mempersilahkan kucing itu masuk ke dalam rumah. Apa yang dilakukan Siti, Joko dan Kamto terhadap kucing tersebut? Siti, ternyata tidak hanya sekadar menolong kucing dari kedinginan, dia juga tergerak hatinya untuk memelihara sekaligus mendidiknya. Karena Siti tidak mau maksud baiknya terhadap si Kucing itu kelak di kemudian hari justru malah merugikan, contohnya: Siti tidak mau kucing itu kencing dan berak di sembarang tempat, dia ju