KUCING, SITI, JOKO dan KAMTO
(TOTO RAHARJO)
Hampir setiap hari, dari pagi sampai sore hujan tak kunjung reda-memang sedang musimnya. Tapi banyak orang mengatakan salah musim (salah mangsa), pertanda bahwa metabolisme kehidupan ini sedang amburadul. Di rumah masing-masing: Siti, Joko dan Kamto masing-masing menemukan seekor kucing yang tengah berteduh di teras rumah dalam keadaan basah kuyup dan kedinginan. Melihat keadaaan kucing yang kelihatan memelas itu – Siti, Joko dan Kamto tergerak hatinya untuk menolong kucing tersebut dengan mempersilahkan kucing itu masuk ke dalam rumah.
Apa yang dilakukan Siti, Joko dan Kamto terhadap kucing tersebut?
Siti, ternyata tidak hanya sekadar menolong kucing dari kedinginan, dia juga tergerak hatinya untuk memelihara sekaligus mendidiknya. Karena Siti tidak mau maksud baiknya terhadap si Kucing itu kelak di kemudian hari justru malah merugikan, contohnya: Siti tidak mau kucing itu kencing dan berak di sembarang tempat, dia juga tidak suka kalau si kucing itu kelak makan apa saja sesuka hati dirumahnya – Siti juga paling benci dengan bau-bau badan disebabkan tidak pernah mandi. Yang jelas Siti itu tipe orang yang sangat perfek, orang yang telah terbiasa tertib teratur dan orang yang selalu menjaga martabat, harga diri dan sopan santun. Atas dasar latar belakang itu Siti mulai mendidik kucing dirumahnya. Pertama-tama yang dia lakukan yakni memberi nama si kucing itu, dia paling tidak suka dengan hal-hal yang berbau anonim, segala sesuatu yang dia temui, pertama-tama yang ia cari, yang ia lihat adalah merk, label, cap dan sejenisnya. Hari itu Siti sibuk membuka kamus, catatan, bahkan ia ingat nama-nama dari novel yang pernah ia baca, maka si kucing mendapat hadiah nama yaitu Ketti. Hari itu Siti menyusun dan memberlakukan jadwal latihan dan kegiatan untuk si Ketti. Ketti dilatih untuk kencing dan berak di tempat yang telah disediakan. Perlahan-lahan Ketti diajarkan tata tertib, Ketti juga diberi pelajaran tentang hak dan kewajiban – misalnya Ketti tidak boleh makan kecuali makanan yang telah disediakan. Di bidang sopan santun, Ketti sama sekali tidak diperkenankan lari-lari di dalam rumah, apalagi lompat lewat jendela. Proses latihan dengan aturan yang ketat dan diberlakukannya sangsi yang berat apabila melanggarnya, walhasil si Ketti jadilah kucing yang berbudaya, patuh sopan dan penurut tidak sebagaimana kucing-kucing lainnya.
Joko tidak sebaik dan serinci Siti dalam melatih kucingnya. Joko punya keyakinan bahwa kucingpun kalau dididik akan bisa berguna untuk kepentingan dirinya. Joko mendorong motivasi kucingnya agar rajin menjaga rumahnya dari tikus-tikus. Si kucing akan mendapat hadiah dari Joko apabila dia telah berhasil menangkap tikus. Bila si kucing tidak melakukan tugasnya jangan berharap akan mendapat hadiah, apabila berani mengambil makanan di meja makan tanpa seijin Joko – si kucing akan mendapat ganjaran setimpal dari Joko; berupa cambukan sampai si kucing merengek-rengek minta ampun.
Lain Joko, lain Siti. Kamto berpikir tentang si kucing justru sebaliknya, sebaiknya kucing dibiarkan saja sebagaimana kucing seutuhnya – maka dilepaslah kucing itu dari rumahnya. Setelah hujan reda, dipersilahkan kucing itu pergi dari rumahnya.
Siapa yang patut diacungi jempol dalam mendidik si kucing (Siti, Joko atau Kamto) ?
Apa kaitan dengan realitas penyelenggaraan pendidikan di kampus ini ?
(Dikutip dari: PENDIDIKAN POPULAR Membangun Kesadaran Kritis)
(TOTO RAHARJO)
Hampir setiap hari, dari pagi sampai sore hujan tak kunjung reda-memang sedang musimnya. Tapi banyak orang mengatakan salah musim (salah mangsa), pertanda bahwa metabolisme kehidupan ini sedang amburadul. Di rumah masing-masing: Siti, Joko dan Kamto masing-masing menemukan seekor kucing yang tengah berteduh di teras rumah dalam keadaan basah kuyup dan kedinginan. Melihat keadaaan kucing yang kelihatan memelas itu – Siti, Joko dan Kamto tergerak hatinya untuk menolong kucing tersebut dengan mempersilahkan kucing itu masuk ke dalam rumah.
Apa yang dilakukan Siti, Joko dan Kamto terhadap kucing tersebut?
Siti, ternyata tidak hanya sekadar menolong kucing dari kedinginan, dia juga tergerak hatinya untuk memelihara sekaligus mendidiknya. Karena Siti tidak mau maksud baiknya terhadap si Kucing itu kelak di kemudian hari justru malah merugikan, contohnya: Siti tidak mau kucing itu kencing dan berak di sembarang tempat, dia juga tidak suka kalau si kucing itu kelak makan apa saja sesuka hati dirumahnya – Siti juga paling benci dengan bau-bau badan disebabkan tidak pernah mandi. Yang jelas Siti itu tipe orang yang sangat perfek, orang yang telah terbiasa tertib teratur dan orang yang selalu menjaga martabat, harga diri dan sopan santun. Atas dasar latar belakang itu Siti mulai mendidik kucing dirumahnya. Pertama-tama yang dia lakukan yakni memberi nama si kucing itu, dia paling tidak suka dengan hal-hal yang berbau anonim, segala sesuatu yang dia temui, pertama-tama yang ia cari, yang ia lihat adalah merk, label, cap dan sejenisnya. Hari itu Siti sibuk membuka kamus, catatan, bahkan ia ingat nama-nama dari novel yang pernah ia baca, maka si kucing mendapat hadiah nama yaitu Ketti. Hari itu Siti menyusun dan memberlakukan jadwal latihan dan kegiatan untuk si Ketti. Ketti dilatih untuk kencing dan berak di tempat yang telah disediakan. Perlahan-lahan Ketti diajarkan tata tertib, Ketti juga diberi pelajaran tentang hak dan kewajiban – misalnya Ketti tidak boleh makan kecuali makanan yang telah disediakan. Di bidang sopan santun, Ketti sama sekali tidak diperkenankan lari-lari di dalam rumah, apalagi lompat lewat jendela. Proses latihan dengan aturan yang ketat dan diberlakukannya sangsi yang berat apabila melanggarnya, walhasil si Ketti jadilah kucing yang berbudaya, patuh sopan dan penurut tidak sebagaimana kucing-kucing lainnya.
Joko tidak sebaik dan serinci Siti dalam melatih kucingnya. Joko punya keyakinan bahwa kucingpun kalau dididik akan bisa berguna untuk kepentingan dirinya. Joko mendorong motivasi kucingnya agar rajin menjaga rumahnya dari tikus-tikus. Si kucing akan mendapat hadiah dari Joko apabila dia telah berhasil menangkap tikus. Bila si kucing tidak melakukan tugasnya jangan berharap akan mendapat hadiah, apabila berani mengambil makanan di meja makan tanpa seijin Joko – si kucing akan mendapat ganjaran setimpal dari Joko; berupa cambukan sampai si kucing merengek-rengek minta ampun.
Lain Joko, lain Siti. Kamto berpikir tentang si kucing justru sebaliknya, sebaiknya kucing dibiarkan saja sebagaimana kucing seutuhnya – maka dilepaslah kucing itu dari rumahnya. Setelah hujan reda, dipersilahkan kucing itu pergi dari rumahnya.
Siapa yang patut diacungi jempol dalam mendidik si kucing (Siti, Joko atau Kamto) ?
Apa kaitan dengan realitas penyelenggaraan pendidikan di kampus ini ?
(Dikutip dari: PENDIDIKAN POPULAR Membangun Kesadaran Kritis)
Comments