Skip to main content

CATATAN MALAM HARI

(Kamis 17 agustus 2000, pk 23.46...)

Salam dunia baru,
...
MERDEKA-lah tujuan kami, kemerdekaan sejati bagi kaum yang selama ratusan juta tahun terus bergerak dan berjuang demi tegaknya keadilan. tanah air cuma bagian dari seluruh jengkal tanah tempat kami berpijak dan air yang bergelombang pasang-surutnya semangat MERDEKA kami. tetesan darah dan peluh kami adalah kelanjutan dari kematian jutaan pikiran dan perbuatan manusia panji-panji penegak revolusi kaum tertindas. hentikan eksploitasi dan penjajahan ini.. kami sudah bulatkan tekad untuk terus bergerak maju tanpa kenal takut dan lelah.sepuluh tahun bahkan satu generasi tak akan mampu hentikan cita-cita SOSIALISME kami hanya dengan senjata ideologi PERANG dan KAPITALISME. kami punya satu TUHAN: KEBENARAN dan KEADILAN, yang membuat kami jujur dan menaruh hormat setinggi-tingginya terhadap HAM dan DEMOKRASI (sosial demokrasi kerakyatan).
saat ini kami masih bagian kecil, bagian terkecil dari dunia. tapi cita-cita kami sudah ada sejak manusia Adam dan Hawa ada. sejak Yesus, Muhammad, Buddha, Mahatma Gandi dan Soekarno berteriak-teriak soal SOSIALISME di dunia. kami bukan penganut simbolisme agama, bendera, negara. kami adalah manusia biasa yang punya nurani dan kebebasan. bukan idealisme atau omong kosong: cerita otonomi, demokrasi, advokasi ataupun pemberdayaan. itu semua cerita usang manusia pemikir dan pujangga-pujangga dari negeri menara gading. jika kalian tidak sepakat atas jalan kami, itu hanya kerikil-kerikil lepas dari batu egoisme manusia belaka. perjuangan kami bukan tanpa senjata dan moral. sekali lagi kami bukan kaum moralis dan fasis; kami adalah kaum SOSIALIS yang MERDEKA. penjara dan siksaan hanyalah proses evolusi yang harus kami lalui tapi kami tetap yakin pada arah tujuan revolusi kami.
dunia boleh bicara kematian kami tapi kami bukanlah kaum reformis gadungan yang senantiasa bicara hati-hati dan bohong tentang diri mereka sendiri. apalah artinya kata-kata manis, jika kejujuran hanyalah obat pembunuh cita-cita egois belaka. apalah artinya momentum hari kemerdekaan bangsa jika kejujuran cuma jadi pelengkap derita manusia tanpa negara; (kaum proletariat).
kegandrungan kami pada SOSIALISME terlahir dari kejujuran kami yang pahit, penuh dengan penderitaan. balas dendam bukan bahasa kami. itu adalah bahasa kalian untuk menunjukkan bahwa kejujuran kami adalah benar adanya.
sejarah yang membuktikan kami tetap ada selamanya. bacalah sejarah maka kami ada di sana dengan berbagai macam stigma. MERDEKA-lah kaum proletariat, kaum marhaen, kaum sosialis dan kaum tertindas. terus bergerak dan berjuang SAMPAI MENANG!!!

Ki Bondan Waluyo Djati

Comments

Popular posts from this blog

[indonesiamembaca] Taman Bacaan Masyarakat

Taman Bacaan Masyarakat Catatan yang tertinggal namun patut untuk disimak. Perjuangan Membangun Budaya Membaca dan Menulis Oleh : Virgina Veryastuti Negeri ini semakin terpuruk setiap harinya, ketika semua yang diinginkan dapat diraih dengan mudah alias serba instant, masyarakat tak lagi menyukai sebuah proses yang membutuhkan waktu lebih lama. Mulai dari pemrosesan makanan hingga budaya belajar dapat dilakukan secara instant. Membuat generasi muda tak lagi mau belajar apalagi membaca, sebuah ancaman serius bagi masa depan sebuah bangsa. Jakarta (21/2) Dalam sebuah acara diskusi pengantar literasi yang bertajuk : Pengalaman Komunitas Basis Membangun Budaya Membaca dan Menulis Berbasis Perpustakaan bertempat di Perpustakaan Diknas, Siti Nuraini ketua harian Family Education Series (FEDus) mengungkapkan bahwa "Wajah anak bangsa saat ini begitu mengkhawatirkan, menurut data diknas tahun 2004-2005, sekitar setengah dari 85 juta jumlah anak Indonesia tidak bersekolah. Dan perin
Bob Marley, Sang Pemantra Rasta Yusuf Arifin Kalau Jah (Tuhan) tidak memberiku lagu untuk aku nyanyikan, maka tak akan ada lagu yang bisa aku nyanyikan. (Bob Marley, mati dari bumi 11 Mei 1981) Gedung London Lyceum malam musim panas tahun 1975. Tanggalnya 18 dan 19 Juli. Konon di dua malam inilah Robert Nesta Marley, atau Bob Marley, tuntas memenuhi suratan nasibnya; menasbihkan dirinya sendiri menjadi pengkhotbah untuk kaumnya, kaum Rastafarian. Benar bahwa sejak sekitar akhir tahun 60an Bob Marley telah menjadi salah satu pengkhotbah paling fanatik kaum Rastafarian. Tetapi dua malam di gedung pertunjukan tua Inggris itu Bob Marley mencapai kesempurnaan yang hanya bisa diimpikan oleh banyak pemusik besar dunia, siapapun ia. Bob Marley mencapai titik ekstase transendental di atas panggung. Panggung, bagi pemusik, adalah altar untuk mencari ekstase transendental yang tak bisa mereka dapatkan di dunia yang materialistik. Pengganti altar gereja, saf-saf masjid, teras-teras candi atau ap

KUCING, SITI, JOKO dan KAMTO

KUCING, SITI, JOKO dan KAMTO (TOTO RAHARJO) Hampir setiap hari, dari pagi sampai sore hujan tak kunjung reda-memang sedang musimnya. Tapi banyak orang mengatakan salah musim (salah mangsa), pertanda bahwa metabolisme kehidupan ini sedang amburadul. Di rumah masing-masing: Siti, Joko dan Kamto masing-masing menemukan seekor kucing yang tengah berteduh di teras rumah dalam keadaan basah kuyup dan kedinginan. Melihat keadaaan kucing yang kelihatan memelas itu – Siti, Joko dan Kamto tergerak hatinya untuk menolong kucing tersebut dengan mempersilahkan kucing itu masuk ke dalam rumah. Apa yang dilakukan Siti, Joko dan Kamto terhadap kucing tersebut? Siti, ternyata tidak hanya sekadar menolong kucing dari kedinginan, dia juga tergerak hatinya untuk memelihara sekaligus mendidiknya. Karena Siti tidak mau maksud baiknya terhadap si Kucing itu kelak di kemudian hari justru malah merugikan, contohnya: Siti tidak mau kucing itu kencing dan berak di sembarang tempat, dia ju